Hanya Sebentar, Tulisan "Kota Stabat" Hilang

Table of Contents

Foto sebelah kiri diambil sekitar bulan Mei 2024 dan sebelah kanan bulan Juni 2025 

BERITA LANGKAT - Hilangnya tulisan "Kota Stabat" dari dinding Alun-Alun Amir Hamzah yang berdiri di pusat ibu kota Kabupaten Langkat patut menjadi perhatian serius. Ornamen visual ini dulunya menjadi identitas kota dan memperindah wajah ruang publik, namun kini justru menyisakan tanda tanya besar tentang kualitas dan ketahanan proyek pembangunan yang dibiayai oleh anggaran pemerintah daerah.

Sejumlah dokumentasi dari masyarakat dan citra Google Maps menunjukkan bahwa tulisan tersebut masih berdiri megah pada pertengahan tahun 2024. Namun hanya dalam waktu lebih kurang satu tahun, elemen penting dari estetika kawasan tersebut telah raib. Ini bukan sekadar soal estetika, melainkan mencerminkan potret kelalaian dalam pengawasan mutu proyek infrastruktur.

Salah seorang warga Stabat, Heri (34), menyampaikan kekesalannya saat melihat kondisi tersebut.

“Sayang sekali. Dulu kalau lewat sini kelihatan megah, sekarang jadi kosong dan tak terawat. Apalagi itu tulisan 'Kota Stabat' yang jadi kebanggaan kita, kok bisa hilang begitu saja?” kepada media Langkatoday.com, Ahad (15/6) malam.

Pelajaran dari Proyek Estetika yang Gagal Fungsi

Kasus ini menggambarkan betapa pentingnya prinsip keberlanjutan dalam pembangunan daerah. Sebuah proyek publik bukan hanya selesai dibangun dan dipamerkan, tapi harus mampu berfungsi dalam jangka panjang. Sayangnya, proyek-proyek seperti ini cenderung abai terhadap perawatan pasca-pembangunan.

Minimnya pelibatan masyarakat juga memperburuk keadaan. Tidak ada kanal yang secara resmi dibuka untuk warga melaporkan kerusakan, keluhan, atau pelanggaran teknis dari pembangunan yang mereka saksikan langsung.

Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pemerintah Kabupaten Langkat seharusnya menjadikan kasus ini sebagai momentum untuk mengevaluasi total model pelaksanaan proyek fisik selama ini. Beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan antara lain:

  1. Audit total proyek infrastruktur 3 tahun terakhir, terutama yang bersifat estetika dan ruang publik.
  2. Memperkuat standar teknis dalam proses perencanaan dan pengadaan proyek, termasuk memperketat Rencana Anggaran Biaya (RAB).
  3. Mewajibkan kontraktor menyertakan skema pemeliharaan proyek minimal dua tahun pasca pembangunan.
  4. Membuka kanal aduan masyarakat agar warga turut mengawasi dan memberi masukan terhadap pembangunan di wilayah mereka.
  5. Memberikan sanksi tegas terhadap pelaksana proyek yang tidak memenuhi spesifikasi sesuai kontrak kerja.

Pemerintah tidak boleh lagi memaknai pembangunan sekadar pada kuantitas bangunan yang berdiri, melainkan harus memastikan kualitas, fungsi, dan kebermanfaatan jangka panjangnya. Dengan demikian, pembangunan di Langkat tidak hanya “nampak cantik” dalam laporan tahunan, tetapi juga benar-benar dirasakan oleh rakyatnya. (rel/rhm)
channel whastapp langkatoday