Kepala Sekolah di Langkat Dipaksa Borong Spanduk, Dana BOS jadi Korban
BERITA LANGKAT - Dunia pendidikan di Kabupaten Langkat tengah menghadapi tantangan serius.
Di atas pundak para guru dan kepala sekolah bertumpuk beban yang semakin berat, jauh dari apa yang seharusnya mereka tanggung dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ironisnya, mereka yang seharusnya fokus mendidik dan membentuk karakter generasi penerus bangsa, justru kerap disibukkan dengan berbagai kewajiban administratif dan beban non-pedagogis yang membuat mereka gamang.
Di satu sisi, para guru di Langkat tetap teguh pada tugas mulia: mendidik anak bangsa.
Mereka melakukannya meski tak semua anak didik mudah diarahkan, sementara fasilitas yang tersedia di sekolah jauh dari kata memadai.
Masih banyak ruang kelas yang hanya dilengkapi mobiler seadanya, alat tulis kantor (ATK) pun seringkali harus dibeli dengan biaya pribadi atau mengandalkan patungan guru.
Sarana dan prasarana yang terbatas ini jelas menjadi tantangan tersendiri di tengah harapan besar yang dibebankan kepada dunia pendidikan.
Namun, beban paling berat justru dirasakan oleh para kepala sekolah.
Dalam menjalankan tugas administratifnya, mereka seringkali dihadapkan pada kewajiban-kewajiban yang sejatinya tidak perlu ada.
Salah satu contohnya adalah ketika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) cair.
Alih-alih bisa digunakan secara optimal untuk kepentingan siswa dan perbaikan fasilitas pendidikan, kepala sekolah justru harus “pusing tujuh keliling” menghadapi berbagai permintaan dari atasan atau pihak-pihak tertentu.
Permintaan itu datang dalam bentuk kegiatan yang tampaknya resmi, seperti pelatihan, bimbingan teknis, ataupun pengurusan administrasi tambahan.
Namun, di balik itu, tak jarang ujung-ujungnya adalah “akrobat” untuk menguras dana BOS. Bahkan, ada kewajiban yang sangat nyata, yakni pengadaan spanduk di sekolah-sekolah.
Para kepala sekolah diwajibkan membeli spanduk-spanduk dengan tema beragam, mulai dari penerimaan peserta didik baru, HUT RI, HUT PGRI, hingga spanduk bertema Ramadan.
Ada sepuluh item spanduk yang diwajibkan. Harga satu spanduk telah ditentukan sepihak, yakni Rp175.000, sehingga total dana yang harus disediakan sekolah mencapai Rp1.750.000.
Tidak ada ruang bagi kepala sekolah untuk mencetak sendiri spanduk-spanduk ini.
Mereka wajib mengambil dari rekanan yang telah ditunjuk, biasanya melalui K3S, dengan alasan standarisasi dan keseragaman.
Padahal, jika dikelola sendiri, tentu biaya tersebut bisa ditekan jauh lebih hemat dan efisien.
Seorang kepala sekolah yang menjadi narasumber media ini mengungkapkan keprihatinannya.
“Sebenarnya berat hati kami, tetapi apa daya? Kami tidak berani menolak karena semua sudah ada perintah dari atasan.
Kalau tidak ikut, bisa-bisa kami dianggap melawan," ujarnya lirih. Sistem seperti ini membuat mereka merasa terjebak, tanpa ruang untuk melakukan perlawanan ataupun menyuarakan keberatan.
Apa yang dialami para guru dan kepala sekolah di Langkat adalah potret nyata dari carut-marut tata kelola pendidikan di daerah ini.
Dana BOS yang seharusnya menjadi penyelamat bagi sekolah-sekolah untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan, justru menjadi objek incaran oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dan pada akhirnya, murid-muridlah yang paling dirugikan, karena anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk menunjang pendidikan mereka, justru terpakai untuk hal-hal yang tidak langsung menyentuh kebutuhan mereka.
Sudah saatnya sistem pengawasan dan transparansi penggunaan dana BOS diperketat.
Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat perlu melakukan introspeksi dan pembenahan internal, demi menciptakan lingkungan pendidikan yang bersih dari praktik-praktik yang mencederai nilai kejujuran dan profesionalitas.
Jika beban guru dan kepala sekolah tidak segera diringankan dari kewajiban-kewajiban yang tak mendidik ini, maka upaya menciptakan pendidikan yang berkualitas di Langkat hanya akan menjadi isapan jempol belaka.
Karena sejatinya, tugas seorang guru dan kepala sekolah adalah mendidik, bukan menjadi “bendahara” untuk memenuhi kepentingan di luar kepentingan anak didiknya. (rel/yg)