Berita Utama

Plt Bupati Tak Diperiksa di Kasus PPPK Langkat, LBH Medan: Kasus Ditutup-tutupi

Plt Bupati Tak Diperiksa di Kasus PPPK Langkat, LBH Medan: Kasus Ditutup-tutupi

BERITALANGKAT - Setengah tahun berlalu laporan polisi guru-guru honorer Langkat di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaran seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 tidak juga mengungkap aktor intelektualnya.

Laporan polisi/pengaduan masyarakat yang sebelumnya telah dibuat pada 24 Januari 2024 lalu, hanya menetapkan 2 (dua) orang kepala sekolah sebagai tersangka.

Yaitu Awaluddin dan Rohayu Ningsih yang merupakan Kepala sekolah di SD Negeri 055975 Pancur Ido, Salapian, Langkat dan SD Negeri 056017 Tebing Tanjung Selamat.

Hal itu berdasarkan surat nomor: B/1252/III/RES7.4/Ditreskrimsus tertanggal 27 Meret 2024.

Parahnya, terhadap kedua Tersangka tersebut tidak dilakukan penanahan dengan alasan keduanya kooperatif dan wajib lapor.

Sebagaimana disampaikan Kanit 3 Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut AKP Rismanto J Purba saat menerima aksi guru-guru pada 5 juni 2024 di Polda Sumut.

Hal ini menggambarkan jika Polda Sumut tidak profesional dalam menangani kasus PPPK Langkat dan diduga memberikan Privilege (Keistimewaan) kepada dua tersangka, serta tebang pilih dalam menegakan hukum.

Bahkan LBH Medan menilai jika Polda Sumut telah membuat sejarah terburuk penegakan hukum di Sumut dengan tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dugaan tindak pidana Korupsi.

Ke depannya tidak menutup kemungkinan para pelaku korupsi di Sumut berlaku kooperatif saja biar tidak ditahan.

Kedua Tersangka Hanya Tumbal

LBH Medan sedari awal menduga jika kedua tersangka merupakan tumbal dari aktor intelektualnya. Hal tersebut bukan tanpa alasan dimana keduanya bukanlah Decision Maker (Pengambil keputusan) terkait lulus atau tidaknya seorang guru dalam seleksi PPPK Langkat Tahun 2023.

Melainkan Plt Bupati melalui penilaian yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan BKD Langkat sebagaimana PermenpanRB 14 Tahun 2023, jo Kepmendibud Riset dan Teknologi Nomor 298, jo KepmenpanRB Nomor 649 Tahun 2023.

Tidak hanya itu ketidakprofesionalan Polda Sumut terlihat jelas ketika AKP Rismanto J Purba menyatakan jika dalam kasus ini telah dilakukan pemeriksaan 40 (empat puluh) orang Saksi.

Keanehan Plt Bupati Belum Diperiksa

Namun anehnya sampai sekarang belum memeriksa Plt Bupati dan mengatakan jika nanti dalam proses penyidikan dibutuhkan keterangan yang bersangkutan (Plt Bupati Langkat) maka akan dipanggil.

Padahal penentu kelulusan para guru-guru honorer Langkat menjadi PPPK adalah kewenangan Plt Bupati.

Maka seyogianya secara hukum Plt Bupati harus diperiksa. Tapi faktanya hingga saat ini belum dilakukan pemeriksaan (Mistar.id/5 Juni 2024).

Ketidakprofesionalan Polda Sumut juga sangat terang terlihat ketika sampai dengan saat ini pihak Polda Sumut dalam hal ini Ditreskrimsus tidak memberikan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dan SP2HP lanjutan kepada Korban (Guru-Guru Honorer Langkat).

Harusnya secara hukum berdasarkan pasal 109 Ayat (1) KUHAP jo putusan MK Nomor 130/PUU-XII/2015 SPDP wajib diberikan kepada korban dan terlapor paling lambat 7 hari setelah ditingkatkannya suatu kasus pidana ke penyidikan.

Namun setengah tahun berjalan kasus PPPK Langkat, SPDP tersebut tidak diberikan.

Dugaan LBH Medan Kasus Ditutup-tutupi

Hal ini menggambarkan ada dugaan ditutup-tutupinya kasus tersebut dan parahnya diduga kasus ini hanya ingin diselesaikan sampai dua kepala sekolah saja.

Dimana dapat terlihat jika berkas perkara hendak dikirimkan ke kejaksaan.

Perlu diketahui terkait dengan kasus PPPK Langkat tersebut korban telah melakukan aksi sebanyak 3 kali (24 Januari, 14 Maret dan 5 Juni 2024).

Dimana aksi ketiga para guru membawa kerenda mayat ke Polda sumut dengan maksud memberitahukan jika matinya penegakan hukum dan keadilan di Polda Sumut.

Serta para guru juga telah mengirimkan surat pengaduan dan mohon keadilan kepada Kapolri, Kabareskrim, Irwasum dan Kadiv Propam Mabes Polri dll pada tanggal 29 April 2024.

Namun tetap juga Kapolda Sumut dan Dirkrimsus Polda Sumut sebagai pimpinan yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini tidak menetapkan Tersangka Intelektualnya.

Hal ini berbanding terbalik dengan kasus PPPK Kabupaten Madina dan Batubara yang telah ditetapkannya 6 dan 4 orang Tersangka (Kepala Dinas Pendidikan, BKD Kabupaten masing-masing dan lainya).

Polda Sumut Diduga Langgar Kode Etik

Maka dengan tidak profesionalnya Polda Sumut dalam menangani kasus PPPK Langkat tahun 2023 diduga telah melanggar Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.

Oleh karena itu LBH Medan secara tegas mendesak Kapolri untuk Mencopot Kapolda Sumut dan Dirkrimsus dari jabatanya.

Seraya mengambil alih kasus PPPK Langkat ke Mabes Polri guna terciptanya keadilan bagi masyarakat khususnya para korban.

Sejatinya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Kabupaten Langkat Tahun 2023 telah melanggar sejumlah aturan, di yakni:

Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham),

ICCPR

Undang-undang nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002,

PemenpaRB 14

Kepmenpan 658, 659, 651 dan 652.(*)

Sumber: Pres Rilis LBH Medan, 12 Juni 2024.

0 Comments

Type and hit Enter to search

Close